Merayakan Kemerdekaan dengan Seporsi Mie Lethek: Inovasi Mie Gluten Free Kebanggaan Warga Bantul

Mie Lethek di Etalase Supermarket (Dokumentasi Retno Septyorini)
Mie Lethek di Etalase Supermarket (Dokumentasi Retno Septyorini)

Aroma bawang menguar di udara. Sesaat setelah bumbu yang dihaluskan di atas cobek itu ditumis dengan sedikit minyak, niscaya kombinasi aroma bawang putih, kemiri dan merica yang beradu di wajan segera menghipnotis siapa saja yang menghirupnya. Sebagai pencatat makanan dan perjalanan, merayakan kemerdekaan dengan mengenalkan pangan lokal pada khalayak ramai tentu menjadi pilihan aktivitas yang cukup menyenangkan.

Saya mempercayai bahwa hal-hal yang tidak pernah dibicarakan, lambat laun akan hilang dari peradaban. Tidak terkecuali dengan kekayaan budaya maupun pangan lokal yang ada di pelosok nusantara. Tidak heran jika kini banyak komunitas yang fokus dalam mengenalkan sekaligus menyebarluaskan beragam pengetahuan terkait pangan lokal, termasuk di dalamnya Komunitas Indonesia Food Blogger (IDFB) yang didirikan sejak tahun 2011 silam.

Kali ini saya ingin mengajak teman-teman IDFB untuk kenal lebih dekat dengan mie lethek. Salah satu mie tradisional dari Bantul yang proses pembuatannya masih menggunakan tenaga sapi. Ada yang pernah mendengarnya juga? Atau baru kali ini mengetahui ada proses pembuatan mie yang masih melibatkan tenaga sapi? Kebetulan saya pernah mampir ke salah satu pabriknya juga. Jadi bisa lah saya spill dikit-dikit terkait berbagai keunikan mie sehat bebas gluten yang satu ini.

 Mari Berkenalan dengan Mie Lethek: Mie Singkong dari Bantul

Mie Lethek Goreng (Dokumentasi Retno Septyorini)
Mie Lethek Goreng (Dokumentasi Retno Septyorini)

Bagi sebagian orang, nama mie lethek mungkin masih terdengar asing di telinga. Pasalnya kata lethek yang disematkan pada inovasi mie dari Kecamatan Srandakan ini memang diambil dari kosakata Jawa. Dalam dalam Bahasa Jawa, kata lethek berarti terlihat kurang bersih alias kotor. Bersih dan kotor dalam konteks ini adalah berbagai mie lain yang banyak ditemukan di pasaran, yang umumnya terlihat lebih bersih dan berwarna cerah.

Meski diberi nama lethek, teman-teman tidak perlu khawatir karena penamaan ini tidak sedikitpun berkaitan dengan higienitas dalam proses pembuatan mie lethek itu sendiri. Nama lethek hanya merujuk pada warna mie yang terlihat kecoklatan. Penyebab warna kecoklatan ini juga bukan karena kotor, melainkan karena salah satu bahan baku yang digunakan adalah tepung gaplek yang notebene berwarna kecoklatan.

Karena berbahan dasar singkong, mie lethek dikenal luas sebagai mie gluten free alias mie yang bebas dari gluten. Sebenarnya gluten bukanlah zat yang berbahaya. Gluten merupakan protein yang ada pada gandum. Gluten inilah yang memberikan efek elastis pada adonan, seperti adonan mie ataupun roti. Sayangnya, pada sebagian orang ada yang kurang cocok mengkonsumsi makanan dengan kandungan gluten yang tinggi. Indikasi termudah yang bisa dirasakan adalah timbulnya efek begah usai makan makanan bergluten.

Tidak seperti mie pada umumnya yang terbuat dari gandum, mie lethek dibuat dari tepung gaplek yang diampur dengan tepung tapioka. Karena berbahan dasar singkong inilah yang membuat mie lethek sama sekali tidak mengandung gluten. Bahasa kekiniannya jadi mie gluten free alias mie bebas gluten. Dari sinilah awal sebutan “mie lebih sehat” mulai disematkan pada mie lethek. Karena rasanya tidak kalah enak dengan berbagai mie lain yang “nangkring” di pasaran, pamor mie lethek kian hari kian moncer saja. Pendek kata, ia tidak hilang ditelan jaman.

Mie Lethek Rebus (Dokumentasi Retno Septyorini)
Mie Lethek Rebus (Dokumentasi Retno Septyorini)

Karena dibuat dari tepung singkong, tekstur mie lethek jadi lebih mudah untuk menyerap air. Meski demikian teman-teman tidak perlu khawatir, pasalnya memasak mie lethek tetaplah mudah. Persis seperti masak mie pada umumnya. Bedanya, sebelum dimasak mie lethek hanya perlu direndam dengan air sampai tekstur mie menjadi lentur. Proses perendamannya pun tergantung pada selera masing-masing. Kalau saya sih biasanya merendamnya dengan air dingin selama 30 menit.

Terkait proses rendam-merendam ini, ada pula yang lebih suka merendam mie dengan air panas. Tujuannya untuk mempercepat proses pelenturan mie. Kalau sudah lentur, selanjutnya tinggal dibumbui dengan bawang putih, kemiri, merica dan garam. Kalau di rumah ada stok ebi, saya suka menambahkannya barang satu atau dua sendok teh. Bumbu halus yang ditambah ulekan ebi dapat meningkatkan aroma sekaligus citarasa mie. Di lidah saya, ebi bikin olahan mie lethek jadi lebih sedap dan gurih.

Untuk bahan pelengkapnya, saya biasa menambahkan telur, potongan kobis, daun bawang, seledri dan bawang merah goreng. Seperti mie pada umumnya, mie lethek bisa dimasak goreng maupun kuah. Favorit saya sih dimasak kuah alias direbus. Apalagi kalau ngrebus mie letheknya diberi tambahan kaldu ayam kampun. Selain lebih maknyus, rasa kuahnya jadi super creamy. Apalagi kalau telurnya pakai telur bebek atau telur ayam kampung. Definisi produk lokal citarasa global, sih.

Menengok Keunikan Mie Lethek Langsung dari Pabriknya

Menengok Proses Pembuatan Mie Lethek di Bantul (Dokumentasi Retno Septyorini)
Menengok Proses Pembuatan Mie Lethek di Bantul (Dokumentasi Retno Septyorini)

Selain cara masaknya yang mudah, rasa mie lethek dapat menjadi obat rindu Jogja yang murah meriah. Tidak seperti mie berbahan singkong lainnya yang dijual dalam keadaan basah (mie pentil dan mides), mie lethek dijuak dalam kondisi kering. Karena itulah mie lethek kini mulai menghiasi etalase di berbagai supermarket di Jogja. Satu diantaranya saya temukan di Manna Kampus. Salah satu jaringan retail kenamaan di kota gudeg.

Kabar baiknya mie lethek dibandrol dengan harga yang cukup ramah di kantong. Mulai Rp 7.000an saja. Jadi cocok banget buat jadi buah tangan usai liburan di Jogja. Selain rasa dan harga yang enak di lidah maupun di kantong, pamor mie lethek juga ditunjang karena keunikan proses produksi yang membersamainya. Gimana tidak ya, proses pembuatan mie yang satu ini masih melibatkan tenaga sapi. Jadi selain jadi tempat produksi, pabrik mie lethek juga kerap jadi jujugan para wisatawan.

Agensi tour lokal pun kerap memasukkan pabrik mie lethek sebagai bagian dari penawaran itinerary dalam berbagai paket wisata. Kalau sedang beruntung, wisatawan dapat melihat secara langsung proses pembuatan adonan mie yang dilakukan dengan bantuan tenaga sapi. Proses ngadon dan pengukusan akan dilakukan di hari yang sama. Selanjutnya mie akan didinginkan selama satu malam lalu dicetak sesuai ukuran yang tersedia.

Setelah dicetak, pabrik akan memulai lagi proses perendaman tepung gaplek yang baru sekaligus melakukan penjemuran adonan mie lethek yang telah dicetak. Saat saya berkesempatan untuk main ke Pabrik Mie Lethek Garuda, ternyata proses produksinya sudah sampai di tahap penjemuran. Jadi selain dapat hunting foto mie lethek pas lagi dijemur, saya bisa melihat proses perendaman dan penyaringan tepung gaplek yang dilakukan bagian luar pabrik. Saya juga sempat mengobrol dengan istri dari pemilik pabrik terkait proses produksi mie lethek ini.

Selain membawa pulang kenangan, saya ingin membagikan cerita terkait inovasi mie gluten free kebanggaan warga Bantul. Yang tidak lain merupakan kabupaten dimana saya bermukim saat ini. Mengisi kemerdekaan dengan memperbanyak referensi pangan lokal tentu dapat menjadi wujud nyata kita dalam melestarikan ragam pangan nusantara sekaligus mendukung pemulihan ekonomi paska pandemi.

Kalau teman-teman belum pernah mencoba kelezatan mie yang satu ini, teman-teman bisa mencoba referensi rasa di berbagai kedai mie jawa yang tersebar di seantero Jogja. Pesan via ojek online juga bisa. Sekarang banyak kok kedai bakmi jawa yang sudah bekerjasama dengan aplikasi pemesanan online. Kalau sudah mencoba, semoga cocok lalu bisa recook sendiri di dapur masing-masing ya.

Oiya, artikel ini aku tulis dalam rangka meramaikan #IDFBChallengeAgustus2024 yang diadakan oleh teman-teman IDFB. Semoga bermanfaat.

Salam hangat dari Jogja,

-Retno-

Retno Septyorini

Perkenalkan, nama saya Retno Septyorini, biasa dipanggil Retno. Saya seorang content creator dari Jogja. Suka cerita, makan & jalan-jalan. Kalau ke Jogja bisa kabar-kabar ya..

YOU MIGHT ALSO LIKE

No Comment

Leaver your comment