Imunisasi Lengkap Gerbang Menuju Indonesia Sehat

Kesehatan merupakan salah satu akselerator dalam menggapai mimpi, tidak terkecuali saat ingin berpartisipasi membangun negeri. Apapun alasannya, kerjasama “membesarkan” Indonesia tentu terasa lebih ringan jika dilakukan dalam kondisi prima. Dengan memberikan imunisasi lengkap sesuai peruntukannya, kita turut berupaya membuka gerbang menuju generasi muda Indonesia yang semakin sehat dan berdaya.

Belajar dari Pengalaman

“Untung sudah vaksin Covid. Meski sempat terinfeksi Corona sewaktu kehamilan kedua, namun gejala yang aku alami terbilang ringan”, cerita Pio. Seorang sahabat sewaktu kuliah yang beberapa tahun terakhir menetap satu kota dengan saya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi turut mempererat tali silaturahmi dengan sahabat maupun kerabat dekat. Senang rasanya mendengar kabar baik dari mereka yang bisa lolos dari infeksi virus Covid karena imunitas tubuh yang lebih prima karena melakukan anjuran pemerintah mulai dari menjaga kebersihan badan, melakukan pembatasan aktivitas hingga melakukan vaksinasi.

Hal senada juga diungkapkan oleh kawan dekat saya lainnya. Uwing namanya.

“Untung banget sekeluarga sudah divaksin. Jadinya kami terlindungi dari infeksi virus Covid-19 yang berpotensi menurunkan daya tahan hingga meningkatkan resiko kematian itu”.

“Saat kondisi kesehatan seisi rumah menurun, alhamdulillahnya si sulung pun tidak bergejala berat. Cuma meriang disertai nafsu makan yang agak berkurang”, paparnya dalam sebuah obrolan di WAG.

Uwing merupakan salah satu sahabat saya yang pernah terinfeksi virus rubella saat hamil pertamanya puluhan tahun silam. Karena infeksi rubella inilah, putri pertama Uwing harus mendapatkan beberapa penanganan kesehatan tertentu.

Mengenal Rubella Lebih Dekat

Aku Mau Imunisasi Campak Rubella
Ilustrasi Aku Mau Imunisasi Campak Rubella
(sumber: www.sehatnegeriku.kemkes.go.id)

Membicarakan Rubella selalu mengingatkan saya pada obrolan circa 12 tahun silam berikut ini.

“Sori aku nggak bisa datang karena nemenin operasi kateterisasi jantung si kecil”.

Begitu kira-kira jawaban singkat Uwing saat saya tanya mengapa kami tidak berjumpa di acara resepsi pernikahan salah satu sahabat kami.

Waktu itu obrolan kami berhenti sampai di sini. Pertama, karena saya tidak enak hati untuk bertanya lebih lanjut. Selebihnya, ia belum bercerita ataupun memberi mengklarifikasi terkait kondisi puteri pertamanya itu.

Tak ayal berbagai pertanyaan lain pun masih menggelayut di pikiran saya. Mulai dari:

“Keponakanku ini sakit apa ya? Kenapa harus menjalani kateterisasi jantung di usia yang begitu belia?” (1).

“Bukankah kateterisasi jantung merupakan tindakan medis yang dirancang untuk mengetahui kondisi kesehatan jantung seseorang?” (2).

“Selain itu, bukankah prosedur ini juga berguna untuk mengobati beberapa masalah lain terkait kinerja jantung?” (3).

“Mengapa pula keponakanku yang baru berusia dua tahun itu harus menjalani prosedur pengobatan yang terbilang rumit ini?” (4). Dan masih banyak lagi pertanyaan yang mengawang-awang di kepala saya.

*

Dua tahun setelah Uwing melahirkan, barulah saya mengetahui bahwa puteri kecil sahabat saya semasa kuliah itu terinfeksi virus rubella, yang dikenal luas dengan sebutan campak jerman.

Gejala awal yang Uwing alami saat hamil adalah timbulnya kondisi bentol-bentol secara mendadak layaknya terkena penyakit cacar.

Infeksi yang tidak menimbulkan gejala sakit yang cukup berarti pada orang dewasa tersebut ternyata berakibat fatal bagi janin yang tengah dikandung Uwing.

Tak berselang lama, berbagai pertanyaan saya akhirnya terjawab juga. Tepatnya saat Uwing membagikan tautan pemesanan kalender sebagai bentuk dukungan pada komunitas bernama Rumah Ramah Rubella.

Sebuah komunitas yang diperuntukkan (khususnya) bagi para orangtua dengan anak yang mengalami infeksi TORCH kongenital (bawaan), dimana Uwing menjadi salah satu anggotanya.

TORCH sendiri merupakan kependekan dari Toksoplasmosis, Rubella, Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes.

Jika infeksi TORCH menyerang ibu hamil maka kondisi ini berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan bawaan pada janin yang dikandung, seperti terjadinya kebocoran jantung, timbulnya gangguan pendengaran, adanya katarak, kondisi otak yang mengecil sehingga IQ calon buah hati menjadi rendah hingga terjadinya gangguan tumbuh kembang pada anak.

Karena puteri kecil Uwing terinfeksi Congenital Rubella Syndrome, ia harus menjalani serangkaian terapi hingga kateterisasi jantung saat menginjak usia dua tahun. Selain itu, ia juga harus mempersiapkan diri untuk menjalani prosedur cochlea implant.

Terbayang bukan dampak buruk rubella bagi kesehatan generasi muda Indonesia? Termasuk biaya yang dibutuhkan untuk menanggulangi berbagai penyakit berbahaya dan mematikan lainnya, yang alur penularannya sebenarnya dapat diputus dengan imunisasi (pemberian vaksin)?

Belajar dari pengalaman kawan dekat saya inilah, akhirnya kami menyadari pentingnya imunisasi, baik untuk mendukung kesehatan diri sendiri maupun kesehatan calon buah hati. Tidak heran jika jadwal imunisasi dasar mulai diberikan pada calon pengantin, bahkan sebelum hari pernikahan hingga saat terjadinya kehamilan.

Alasannya sesederhana untuk menurunkan resiko terjadinya penyakit bawaan yang dapat merujuk pada kondisi kecacatan hingga kematian generasi muda Indonesia.

Guna mencapai eliminasi penyakit campak (measles) dan pengendalian penyakit Rubella (Congenital Rubella Syndrome), sejak tahun 2017 silam pemerintah telah mencanangkan imunisasi measless rubella (MR) gratis untuk anak-anak dengan rentang usia 9 bulan sampai 15 tahun.

Imunisasi MR fase I dilaksanakan selama Agustus-September 2017 di seluruh wilayah Pulau Jawa dengan jumlah anak yang telah diimunisasi mencapai 35.307.148 anak.

Sedangkan Imunisasi MR fase II dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2018 di seluruh wilayah di luar pulau Jawa dengan jumlah sasaran sekitar 31.963.154 anak.

Sayangnya, meski imunisasi dasar dapat diakses secara cuma-cuma sesuai dengan peruntukannya, ada saja oknum yang dengan sengaja menyebarkan hoax seputar vaksin sehingga menimbulkan keengganan bagi sebagian orang tua untuk menjalankan program imunisasi pada buah hati.

Alasannya pun beragam, mulai dari takut anak menjadi sakit setelah diimunisasi, meyakini imunisasi tidak ada manfaatnya bagi si kecil hingga isu bahan baku yang mengandung berbagai komponen menjijikkan dan membahayakan kesehatan buah hati.

Karena itulah selain menjadi bagian dari ikhtiar untuk menjaga kesehatan, imunisasi merupakan upaya nyata untuk meningkatkan kekebalan tubuh secara aktif terhadap suatu penyakit. Jadi selain menjalani imunisasi pasif yang dapat diperoleh melalui pemberian ASI, diperlukan pula imunisasi aktif yang hanya diperoleh melalui vaksinasi.

Pentingnya Imunisasi Pasif Melalui Vaksinasi

Imunisasi Selamatkan Generasi (Dokumentasi Nuril)
Ilustrasi Imunisasi Selamatkan Generasi
(Dokumentasi Uwing)

Vaksinasi sendiri merupakan proses memasukkan vaksin (bakteri dan virus yang telah dilemahkan) ke dalam tubuh manusia yang dilakukan untuk mendapatkan efek kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.

Vaksin MR (measless rubella) misalnya. Sesuai dengan namanya, vaksin ini bermanfaat untuk memperoleh kekebalan tubuh terhadap dua penyakit sekaligus yakni measless (campak) dan rubella (campak jerman).

Selain vaksin MR, ada empat jenis imunisasi dasar lainnya yang dapat diakses secara cuma-cuma oleh anak Indonesia, meliputi vaksin Hepatitis B, vaksin BCG (Bacille Calmett Guerin), vaksin Polio dan vaksin DPT-HB-Hib.

Vaksin Hepatitis B merupakan vaksin yang berguna untuk mencegah penularan penyakit Hepatitis B dari ibu yang baru saja melahirkan ke anak. Karena itulah vaksin ini diberikan usai 12 jam kelahiran, yang dilanjutkan dengan pemberian ke-2, ke-3 dan ke-4 dengan jarak pemberian masing-masing minimal satu bulan.

Sedangkan vaksin BCG yang diberikan saat bayi berusia 1 bulan berguna untuk mencegah penyakit tuberkolusis (TB).

Untuk melindungi buah hati dari infeksi virus polio yang dapat menyebabkan kelumpuhan diperlukan vaksin polio yang dilakukan saat bayi berusia 2,3 dan 4 bulan, kemudian di ulang kembali saat bayi berusia 18 bulan.

Kini tak ada lagi alasan untuk curiga pada pemberian imunisasi dasar baik bagi calon pengantin, ibu hamil, maupun anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk putri sulung Uwing yang kini sudah masuk ke jenjang Sekolah Dasar itu.

Karena pengalaman inilah, Uwing sekeluarga juga mantap untuk mengikuti anjuran pemerintah terkait pemberian vaksin covid-19 saat terjadi pandemi kemarin.

Namun apa mau dikata, fakta di lapangan menyebut bahwa pandemi juga mendatangkan efek negatif bagi cakupan vaksin nasional kita. Pasalnya cakupan vaksinasi yang dulunya mencapai 90% tersebut, kini menurun tajam di angka 40-60% saja.

Fakta inilah yang melecut pemerintah senantiasa bersinergi dengan berbagai stakeholder, termasuk orang tua, kader Posyandu hingga masyarakat umum untuk menyuarakan pentingnya pemberian imunisasi bagi kesehatan lintas generasi.

Apalagi ditambah dengan adanya KLB (Kejadian Luar Biasa) terkait kasus polio pada seorang anak berusia 4 tahun yang teridentifikasi di Purwakarta beberapa waktu lalu. Kejadian ini tentu mengagetkan kita semua. Padahal sejak 2014 silam, Indonesia bersama dengan negara-negara anggota WHO di South East Asia Region (SEAR) sudah dinyatakan bebas polio.

Terkait penemuan ini, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan bahwa anak yang terinfeksi polio di Purwakarta tersebut mulai tidak bisa berjalan sejak tahun 2021, namun baru diperiksakan di fasilitas pelayanan kesehatan pada 16 Februari 2023.

Dilansir dari Kompas, diketahui bahwa anak positif polio tersebut ternyata tidak memiliki riwayat imunisasi polio maupun riwayat imunisasi dasar lainnya. Berdasarkan beebagai data yang ditemukan, diketahui bahwa virus polio ini bersirkulasi antara tahun 2021 hingga 2023. Tahun dimana pandemi sedang melanda di berbagai penjuru bumi, termasuk Indonesia. Karena itulah mengejar cakupan imunisasi yang sempat menurun akibat pandemi Covid-19 harus segera dilaksanakan.

Mengejar Cakupan Imunisasi yang Sempat Turun Akibat Pandemi Covid-19

Konsultasi Tumbuh Kembang Anak dengan Dokter
Ilustrasi Mengejar Cakupan Imunisasi yang Sempat Turun Akibat Pandemi Covid-19 (Dokumentasi Pribadi)

Pemberian imunisasi lengkap sesuai peruntukannya merupakan wujud nyata kita dalam membantu mewujudkan menuju generasi muda Indonesia yang semakin sehat dan berdaya. Ditambah lagi imunisasi dasar dapat diperoleh secara cuma-cuma melalui layanan faskes (fasilitas kesehatan) 1 yang telah kita pilih dalam Kartu Indonesia Sehat.

Menariknya lagi, layanan imunisasi dasar ini diperuntukkan bagi semua warga negara Indonesia, termasuk ibu hamil, anak berkebutuhan khusus hingga anak jalanan sekalipun. Dan sebagai warga negara yang baik, sudah kewajiban kita bukan untuk membantu pemerintah menyebarkan kabar baik ini?

Salam hangat dari Jogja,
-Retno-

Sumber referensi:

Apa Itu Kateterisasi Jantung?, sumber: https://www.alodokter.com/apa-itu-kateterisasi-jantung.html

Berikan Anak Imunisasi Rutin Lengkap, Ini Rinciannya, sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180428/5625737/berikan-anak-imunisasi-rutin-lengkap-rinciannya/

Imunisasi MR Lindungi Anak Indonesia dari Kecacatan, sumber: https://www.kominfo.go.id/content/detail/13690/imunisasi-mr-lindungi-anak-indonesia-dari-kecacatan/0/artikel_gpr

Soal Kasus Polio di Purwakarta, Kemenkes: Mulai Tak Bisa Berjalan Sejak 2021, sumber: https://amp.kompas.com/nasional/read/2023/03/20/16235201/soal-kasus-polio-di-purwakarta-kemenkes-mulai-tak-bisa-berjalan-sejak-2021

Tags:

Retno Septyorini

Perkenalkan, nama saya Retno Septyorini, biasa dipanggil Retno. Saya seorang content creator dari Jogja. Suka cerita, makan & jalan-jalan. Kalau ke Jogja bisa kabar-kabar ya..

YOU MIGHT ALSO LIKE

No Comment

Leaver your comment